Ucapan Gibran Tak Seindah Di Lapangan

Oleh : Prihati Utami 

Saya sedikit tergelitik dengan perdebatan cawapres malam kemarin, rasanya diantara tiga cawapres yang tampil over good hanya Gibran Rakabuming Raka. Kok sedikit berbeda dengan saat dia dihadapkan dengan pertanyaan langsung di lapangan? 

Seperti ditanya bagaimana solusi cabe mahal saja jawabnya fenomena itu wajar karena menjelang tahun baru. Pas ditanya kiat sukses oleh santri hanya belajar dan manut kyai di ponpes, dan lain sebagainya.

Ah mungkin saja itu hanya perasaan saya, begitu juga penilaian publik di luar sana. Tapi ternyata saking fokusnya publik dengan narasi yang lancar dikeluarkan Gibran, ada rekam jejak yang belum diperlihatkan ke publik. 

Coba kita kroscheck ulang mulai dari pembicaraan tentang sanitasi. Selama menjabat di Solo dia banyak dikeroyok massa karena mempertanyakan persoalan sanitasi, misal dari mahasiswa UNS yang menyinggung sanitasi di Kampung Gilingan sampai tercemarnya air bersih di bantaran sungai Bengawan Solo.

Belum lagi saat membicarakan langkah untuk keberlanjutan IKN yang memang sampai bulan November kemarin masih sepi investor. Prof Mahfud itu tahu karena dia juga bagian dari pemerintah, tapi dengan dengan penuh arogansi Gibran malah menyuruhnya googling. Woah, Gibran memang si paling pintar dan…. cerdik.

Mayapada dan Agung Sedayu yang disebut Gibran adalah bagian dari sponsor kemenangan Prabowo-Gibran. Kok bisa disebut investor IKN? Artinya Gibran sedang endorse dong di panggung debat? Saya rasa ada harga tinggi yang ditawarkan di balik pengendorse-an dua perusahaan besar itu, karena levelnya tinggi bisa sampai ke panggung debat. 

Ketidakselarasan lain saat Gibran membicarakan tentang proyek strategis nasional yang berjalan massif di Solo. Hal itu dinilai tidak wajar di mata publik, jika disejajarkan dengan daerah lain. 

Gibran hanya menanggapi bahwa PSN itu sudah diratakan ke seluruh daerah di Indonesia. Apa betul begitu? Tidak. Nyatanya berdasarkan data, diantara kota-kota lain Solo paling tinggi mendapat gelontoran PSN dari pusat. 

Dia juga menceritakan soal masjid Syekh Zayed yang menguntungkan Solo. Ya kalau bukan Presiden Jokowi apa bisa masjid megah itu berdiri di Solo? Itu hanya pertanyaan simple saja dari fakta yang ada. 

Lalu dia merambatkan pembahasan juga soal e-commerce yang dia jalankan, memang itu adalah satu digitalisasi yang harus diberlakukan dan dikembangkan di tengah masyarakat. Dan Gibran sudah pernah meramaikannya, tapi itu tidak bertahan dengan gempuran saingan yang banyak hingga perusahaannya mengalami bankrut. 

Konsisten memang menjadi hal berikutnya yang harus diperhatikan. Karena itu tuntutan keberlanjutan sebuah program agar terhindar dari kemangkrakan. Lalu kalau sudah ada banyak jenis e-commerce yang dibentuknya dan tumbang begitu saja, apa layak dipamerkan ke publik?
  
Banyak pujian memang datang menghampiri anak sulung presiden itu. Memang kecakapannya dalam merangkai kata, cukup membuat publik terpukau. Namun tidak cukup jika hanya beretorika saja, karena isi dari apa yang dia ucapkan menjadi penilaian penting yang harus dicari kebenarannya sebagai pembuktian. 

Kalau fakta di lapangan saja rasanya tidak semanis yang dilontarkan calon pemimpinnya, bagaimana bisa kepercayaan itu tumbuh untuk membawa Indonesia menuju masa keemasannya? 

Ya begitulah satu penilaian dari debat cawapres tadi malam, harus diteliti sejauh mana fakta lapangan terhadap yang sudah disampaikan para kontestan. Kalau tidak begitu, kita bisa kemakan hoax, karena yang diucapkan melenceng jauh dari fakta di lapangan.

Sejatinya pemimpin yang baik itu yang jujur dan berjalan pada relnya dan selaras dengan pikiran, perkataan dan perbuatan. Jikalau salah satunya tidak sinkron, tujuannya menuju Indonesia unggul pun tinggal kenangan. Maka moment debat menjadi pembuktian untuk mencari pemimpin yang ideal, bisa melanjutkan yang baik dan memperbaiki yang kurang baik. Tentunya demi bangsa dan negara bukan demi keluarga dan kekuasaannya.

Comments

Popular posts from this blog

Hancurnya Suku Aztec, Sang Penyembah Matahari

Bagaimana Sulitnya Musuh Menembus Tembok Konstantinopel

Letnan Komarudin, Si Kebal Peluru dan Salah Tanggal