𝐌𝐚𝐤𝐚𝐧 𝐒𝐢𝐚𝐧𝐠 𝐆𝐫𝐚𝐭𝐢𝐬 𝐏𝐫𝐚𝐛𝐨𝐰𝐨, 𝐔𝐧𝐭𝐮𝐤 𝐑𝐚𝐤𝐲𝐚𝐭 𝐚𝐭𝐚𝐮 𝐓𝐞𝐦𝐚𝐧-𝐭𝐞𝐦𝐚𝐧 𝐃𝐞𝐤𝐚𝐭?
Oleh : Septian R
Dengan nada meletup-letup, tangan memukul-mukul udara, Prabowo Subianto meluapkan kekesalannya karena bisnis-bisnisnya mandek setelah dirinya tidak berkuasa. Momen di Mata Najwa itu jelas mengakhiri rasa penasaran publik kenapa dia betul-betul sangat bernafsu menggenggam kekuasaan. Ya, ada dendam yang belum dituntaskannya.
Di masa kekuasaan Orde Baru, Prabowo memang bagai anak emas karena mampu membangun banyak bisnis untuk mempertebal kekayaannya. Sampai-sampai ratusan ribu hektar lahan negara dia kuasai. Namun setelah Orde Baru tumbang, nepotisme perlahan-lahan mulai disikat dan ini berdampak terhadap Prabowo.
Satu-satunya agar bisa mengembalikan semua kejayaan itu adalah dengan meraih kekuasaan. Sudah pasti sesuatu yang diraih dengan ambisi menggebu-gebu akan dimanfaatkan betul jika sudah dalam genggaman. Begitupun kekuasaan bagi Prabowo, ia akan menggunakannya untuk memenuhi hasrat pribadi dan kelompoknya. Lain tidak.
Kita bisa berkaca dari proyek food estate di Kalteng. Baru menjabat menteri saja, proyek triliunan itu menguap entah kemana. Ada 600 hektar lahan singkong mangkrak dan 17.000 sawah baru tak kunjung panen. Proyek itu dijalankan PT Agrinas, milik Kementerian Pertahanan. Orang-orang kepercyaan Prabowo di Gerindra banyak menjabat pimpinan disana. Jajaran komisaris juga diisi para purnawirawan TNI yang juga anggota Tim Kampanye Prabowo pada 2019.
Cerita mungkin akan berbeda jika proyek pangan itu dipegang oleh ahlinya. Tentu saja dari perencanaan, dan pelaksanaan akan lebih matang dan terukur. Kalau sudah pengedepankan nepotisme begini, wajar publik curiga proyek itu hanya lahan untuk mengeruk duit rakyat.
Itu baru food estate. Bayangkan jika Prabowo berkuasa, ada banyak sektor lain yang akan dikuasai dia dan kroni-kroninya. Sebut saja misalnya program makan siang dan bagi-bagi susu yang anggarannya mencapai Rp. 450 triliun pertahun. Untuk susu perah saja, produksi dalam negeri kita hanya sanggup memenuhi 20 persen penduduk, sisanya impor dari Austalia dan Selandia Baru.
Sudah pasti jika program tak masuk akal itu dipaksakan, justru akan semakin menambah beban impor. Bisa ditebak, yang diuntungkan selain peternak asing adalah importir yang sudah pasti akan diisi kroni-kroni Prabowo. Disitu akan sangat rawan permainan dan celah korupsi. Karena beban anggaran itu sektor-sektor belanja negara yang lain pun akan terdampak.
Pantas saja Prabowo sendiri, di acara sarasehan ekonom, menyebut, anggaran program ini akan diambil dari dana pendidikan dan Bansos. Artinya dana BOS ataupun subsidi pendidikan akan dipangkas, dan bantuan sosial yang selama ini dinikmati warga kurang mampu juga akan dipotong. Belum lagi wacana menaikkan pajak yang jelas akan membenani rakyat.
Jika dipikir-pikir situasinya betul-betul akan semakin kacau. Tatanan dan juga program yang selama ini dirasakan manfaatnya untuk rakyat akan dirusak hanya untuk program makan siang gratis yang sebenarnya cuma menguntungkan kroni-kroni Prabowo.
Comments
Post a Comment