Pajak Dinaikkan Tinggi, Pendukung 02 Bela Sampai Mati
Oleh : Arif Hidayat
Masih ingatkah, di dalam visi misi Prabowo-Gibran akan menaikkan rasio pajak 23%. Setiap membaca komentar terkait menaikkan pajak, pasti pendukung 02 hanya beralasan kenaikan pajak hanya untuk pengusaha dengan minimal omzet Rp500 juta. Ini mencoba melakukan pembodohan publik atau memujanya begitu kelewatan.
Terlepas dari pengusaha, semua warga tetap akan dikenakan pajak PBB, kendaraan, ataupun barang mewah selainnya. Yang pasti, penetapan pajak dari semua itu dari rasio pajak 23%. Jadi mau tidak mau, semua akan merasakan pembayaran pajak lebih mahal, sampai 2x lebih.
Balik lagi ke pengusaha. Pasti Indomaret, Alfamart, maupun Alfamidi merupakan perusahaan besar dan otomatis terkena pajak 23%. Apakah pemiliknya membayar pajak seperti itu atau membebankan pada pembeli dengan menaikkan harga produk? Nyatanya mereka semua menaikkan harga ke produk maupun menambahkan sendiri PPN 10%.
Mau dibatasi berapa pun yang terkena pajak. Pastinya penarikan jumlah pajak lebih banyak di rasakan masyarakat kecil. Beli kebutuhan di pasar swalayan atau supermarket, beli makanan di restoran ataupun makanan cepat saji, hingga kebutuhan pakaian pun tepat masyarakat kena pajak.
Jika dibandingkan usaha angkringan, warung makan, pasar tradisional, dengan tempat restoran, pasar supermarket, wisata, jauh lebih besar mana? Sudah pasti kan, lebih banyak orang berkunjung ke tempat yang memiliki pajak dan itu pun masyarakat dikenakan seluruh biaya pajaknya. Meskipun laba pengusaha ataupun perusahaan tinggi.
Jadi, pembelaan 02 untuk kenaikan pajak tidak berefek ke rakyat adalah omong kosong. Sudah sangat jelas, kecenderungan warga dalam memenuhi kebutuhan lebih memilih ke tempat supermarket, restoran, hingga tempat wisata, otomatis masyarakat tetap kena imbasnya kenaikan pajak 23%.
Mau Prabowo-Gibran dibela sampai mulutnya berbusa atas kenaikan pajak, pilihanku tetap bukan 02. Memang program makan siang gratis yang habiskan Rp450 Triliun per tahun hanya membebani APBN maupun membuat penarikan pajak gila-gilaan. Bagiku program ini tidak penting, lebih penting semua orang dapat mengakses sekolah gratis sampai SMA/SMK.
Apalagi angka putus sekolah dan kesulitan sekolah masih tergolong tinggi. Bahkan tidak sedikit ada yang kekurangan gedung sekolah, bangunan sudah tidak layak, peralatan sekolah tidak memadai, hingga masalah guru honorer yang bergaji Rp200-300 ribu/bulan.
Kembali lagi pada pajak. Mau dijamin perusahaan yang dikenai pajak, bukan pembeli. Bagiku mustahil terwujud, sebab mereka mencari untung sebesar-besarnya. Banyak kasus, mulai gaji buruh tidak mampu membeli tali sepatu, pembuangan limbah seenaknya sendiri, pengurangan kualitas, hingga pembuatan sistem diskon.
Nyatanya, sekarang ini kita mengenal barang asli, KW 1, KW 2, dan seterusnya. Ini jelas menunjukkan bagaimana pengusaha dapat mencari keuntungan besar dengan menjual barang banyak dengan kualitas lebih rendah dengan harga turun sedikit. Begitu juga dalam penetapan diskon, sejatinya harga asli tanpa diskon lebih murah dari pada dengan harga diskon.
Yah, silakan saja terus membela Prabowo-Gibran tidak membebankan rakyat dengan kenaikan pajak. Nyatanya sifat perusahaan ataupun pengusaha besar mencari keuntungan tinggi dan terus membebankan pajak ke konsumen.
Comments
Post a Comment